Jika Kewajiban Suami Mencari Nafkah Sama dengan Jihad, Lalu Bagaimana dengan Istri yang Mengurus Anak?
Kewajiban suami mencari nafkah sama dengan jihad merupakan suatu motivasi besar bagi kita kaum lelaki, sebab dengannya maka setiap waktunya pahala kita insya Allah dinilai seperti sedang berjihad di jalan Allah. Bukankah jihad adalah dambaan setiap umat muslim ?
Lantas bagaimana jika istri yang mengurus anak-anak dan keluarganya di rumah ? Tentu pahalanya akan sangat luar biasa, bahkan bisa melebihi pahala seorang suami yang siang melam mencari nafkah. Kita tentu sudah sering mendengar suatu hadits, yang penulis lansir dari muslim.or.id ini :
Dari Mu�awiyah bin Haidah Al Qusyairi radhiallahu�ahu, beliau bertanya kepada Nabi:
?? ????? ????? ! ???? ??????? ? ??? : ??????? ? ?????? : ???? ??????? ? ??? : ??????? ? ?????? : ???? ??????? : ??? : ??????? ? ?????? : ???? ??????? ? ??? : ???? ? ????? ?????????? ????????????
�wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: ayahmu, lalu yang lebih dekat setelahnya dan setelahnya� (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, sanadnya hasan).
Wajar memang jika seorang ibu memiliki kedudukan yang tinggi dibandingkan ayah, tanpa terkecuali ayah yang hampir 24 jam mencari nafkah untuk kebutuhan anak dan istrinya. Selain mengandung, melahirkan, dan menyusui, ternyata wanita memiliki pekerjaan lain yang banyak disepelekan kaum pria. Padahal jika kaum pria mau menggantikannya, niscaya sehari pun akan terasa sangat berat. Mengurus keperluan rumah, sejatinya bukanlah pekerjaan sepele, apalagi pekerjaan ini tak mengenal waktu, dalam sehari 24 jam bisa kapan saja ada jenis pekerjaan ini.
Berawal dari Curahatan Istri
Tulisan ini dibuat adalah berdasarkan curhatan istri, sebab ia merasa ingin bekerja karena sebagai seorang sarjana terasa tidak nyaman jika tidak bekerja. Hal ini tentu terasa semakin berat, manakala tak sedikit orang yang mencibir, menganggap sekolah tinggi bagi seorang wanita adalah bentuk kesia-siaan. Sebagai pemilik blog Membangun Inspirasi penulis tentu merasa terketuk, untuk kemudian menulis ini sehingga diharapkan bisa sedikit mencerahkan.
Dalam Islam madrasah pertama anak-anak manusia adalah ibunya, inilah sebenarnya poin paling penting kenapa seorang wanita harus memiliki ilmu pengetahuan yang cukup. Dengan hal ini, maka upaya kita mempersiapkan generasi terbaik Islam semakin terbuka lebar. Sejatinya pendidikan tinggi bukanlah hanya untuk melamar suatu pekerjaan, terlalu naif rasanya jika ilmu yang agung hanya dinilai dari sesuatu yang fana. Sebab hakikat ilmu itu, sejatinya untuk bisa mengantarkan anak-anak manusia menempuh jalan keselamatan.
Baca Juga : 8 Sifat Istri yang Akan Membuat Rezeki Suami Mengalir Deras
Istri saya yang sedang galau pun kembali bertanya, jika aku tidak bekerja lantas bagaimana aku bisa bermanfaat ? Coba kita renungkan sejenak, seandainya anak-anak kita kelak tumbuh menjadi anak tanpa pendidikan cukup dari ibunya, siapa yang Allah salahkan pertama kali nanti di Akhirat ? Sebaliknya, jika kelak anak-anak kita tumbuh menjadi pribadi yang baik bahkan bisa menjadi perantara untuk bisa menjadi penerus perjuangan para Nabi dan Rasul, siapakah yang akan pertama kali merasakan kebahagiaan karena Allah meridhoinya.
Bayangkan, jika seandainya seorang ibu mampu merawat anaknya dengan baik mulai dari alam rahim hingga dewasa. Terus dengan perantara baiknya pendidikan yang diberikan ibunya, kemudian ia tumbuh menjadi anak sholeh, yang kemudian berlanjut menurun kepada anak cucunya, bukankah itu kebanggaan paling utama bagi kita yang hanya singgah di dunia ini ?
Akhiratnya saya pun teringat dengan pesan yang dikirimkan seorang kawan melalui messegger, mengutip kata-kata Gus Baha :
"Seandainya seseorang paham akan pentingnya akhirat dan dunia itu tidak penting, maka tidak akan mementingkan perkara dunia dari pada perkara akhirat. Jika seseorang sadar maka tidak akan pernah memenangkan urusan dunia dan mengalahkan urusan akhirat. Jadi begini, coba saya jelaskan menggunakan ilmu hakikat, karena mau gak mau harus menggunakan ilmu hakikat. Sekarang anda semua itu mati atau hidup? Kalau masih menjawab hidup berararti anda keliru, berarti ilmu anda masih bertaraf syariat. Kalau dalam sudut pandang ilmu hakikat, anda semua sekarang ini mati. Sementara hidupnya ialah nanti kalau sudah mati, kalau sudah diakhirat.
Jadi suatu saat nanti kalau sudah mati, itu baru hidup. Nah kalau sekarang itu sedang mati. Bukti bahwa kita ini sekarang mati adalah kita sering salah paham. Salah paham itu bodoh. Bodoh itu sebagai bukti mati, tak terlalu bisa mikir. Sekarang saya kasih tebakan, mengapa kamu menganggap duit itu penting banget ? Nanti di akhirat duit itu tidak penting. Nah tahunya duit itu gak penting kalau sudah di akhirat.
Makanya kalau nabi menjelaskan tentang hakikat itu unik, ini ceritanya masyhur, cerita dari para wali dan ulama yang sampai pada rasul. Nabi mengumpamakan begini. Manusia itu hakikatnya cuma tidur. Maka sekarang ini kita itu hanya tidur, maksud tidur itu setengah sadar. Dan ketika mati maka manusia itu bangun. Contohnya uang penting, pengaruh penting, kenal bupati penting, dibaiki tetangga penting, ternyata di akhirat nanti itu semua tidak penting, yang paling penting adalah sujudmu di dunia. Sehingga kalian menyesal. Ya Allah waktu di dunia gara-gara males gak tahajud, gara-gara malas gak sholat, ternyata di akhirat itu, yang penting itu. Karena uang gak penting, pengaruh juga gak penting.
Umat, santri juga gak penting. Seumpama saya orang alim gak diwajibkan ngajar, itu juga saya gak mau ngajar. Berhubung wajib terpaksa dilakukan. Nanti kalau kalian sudah mati, menurut istilah Al-Qur'an begini. Setiap orang mati, apalagi orang fasik atau pun kafir dikasih firman begini. "Kamu dulu lupa dengan peristiwa akhirat ini. Dan sekarang sudah Saya buka semua. Sekarang semua tutup itu sudah saya buka, maka penglihatanmu hari ini sudah menjadi tajam. Karena setelah kamu di akhirat, ingat betul ternyata ketika di dunia itu hanya mengigau ke alam dunia.
Bukti kalau kita salah itu begini. Misal kamu kenal dengan presiden Amerika bangga, kenal dubes bangga. Ternyata hakikat itu tidak penting ketika di akhirat. Yang penting ialah ibadah, rezeki disedekahi, sujud ke Allah dinikmati, bisa ngaji di syukuri. Hal-hal yang kamu anggap di dunia ini gak penting ternyata penting.
Kadang keliru lagi begini, ada kiyai ikhlas punya musholah kamu sebut itu kiyai kecil. Yang penjabat struktural di ormas besar, kamu sebut kiyai top karena menjabat di ormas besar. Ternyata ketika di akhirat dia kosong. Sementara yang kamu hina kiyai kecil bisa mensafaati kamu.
Kiyai boleh dendam. Pas mau mensyafaati kamu gak mau karena pernah menghina kiyai kecil. Loh dendam itu dibolehkan Allah, makanya kamu tidak boleh hina kiyai kecil. Bisa saja mereka itu malah agung di sisi Allah. Dan itu terjadi banyak sekali. Banyak zaman di dunia orang kelihatannya rambutnya amburadul, pakaiannya compang-camping tapi seumpama sumpah langsung diijabah oleh Allah.
Keutmaan Kewajiban Suami Mencari Nafkah
Rasanya saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan kata-kata penuh makna dari Gus Baha di atas, namun dikarenakan masih ada sesuatu yang ingin disampaikan maka akhirnya tulisan ini saya sambung kembali, dengan keutamaan mencari nafkah bagi suami.
Karena kurangnya pemahaman banyak laki-laki yang salah kaprah, dimana setelah menikah banyak yang memposisikan istri sama dengannya, yaitu untuk mencari nafkah keluarga. Padahal sejatinya ketika kita sudah menikah, kita sudah mengambil semua tanggung jawab seorang ayah terhadap anak yang kita nikahi itu. Semakin lucu rasanya, jika setelah menikah kita anggap diri kita menjadi tanggung jawab dari ayah perempuan yang kita nikahi tersebut.
Ada juga seorang suami yang mencari nafkah, kemudian menganggap remeh istrinya yang hanya mengurus rumah. Padahal sejatinya jika setelah menikah, rezeki yang diamanatkan Allah padanya juga ada bagian rezeki dari anak dan istrinya. Suami hanya perantara, jadi tak pantas jika disombongkan.
Mari para lelaki, para imam keluarga kita semangatkan diri kita untuk menunaikan kewajiban, salah satunya dalam mencari nafkah. Semoga beberapa hadits yang saya lansir dari rumaysho.com, bisa memberi motivasi dan inspirasi. Berikut beberapa hadits keutamaan kewajiban suami mencari nafkah tersebut :
1. Menafkahi Keluarga Lebih Utama dari Sedekah Sunnah
Baca Juga
- Contoh Perilaku Sebagai Bentuk Upaya Mengharmonisasikan Hak dan Kewajiban Asasi Manusia di Lingkungan Bangsa dan Negara
- Hal Baik Apa Saja yang Dapat Kamu Pelajari dari Permainan Itu ? Halaman 36 Kelas 4 SD MI
- Contoh Perilaku Sebagai Bentuk Upaya Mengharmonisasikan Hak dan Kewajiban Asasi Manusia di Lingkungan Masyarkaat
???????? ???????????? ??? ??????? ??????? ?????????? ???????????? ??? ???????? ?????????? ??????????? ???? ????? ????????? ?????????? ???????????? ????? ???????? ??????????? ??????? ??????? ???????????? ????? ????????
�Satu d?n?r ??ng ?ngk?u k?lu?rk?n d? j?l?n All?h, lalu ??tu d?n?r yang ?ngk?u k?lu?rk?n untuk m?m?rd?k?k?n ???r?ng bud?k, l?lu satu d?n?r yang ?ngk?u ??ng ?ngk?u k?lu?rk?n untuk satu orang m??k?n, d?b?nd?ngk?n d?ng?n ??tu d?n?r yang engkau n?fk?hk?n untuk k?lu?rg?mu m?k? pahalanya lebih b???r (d?r? ?m?l?n k?b??k?n yang d???butk?n t?d?, ??n)� (HR. Mu?l?m n?. 995).
2. Mencari Nafkah dengan Ikhlas Akan Menuai Pahala Besar
Dari S?�?d b?n Abi Waqqosh, Nabi ?h?ll?ll?hu �?l??h? wa ??ll?m b?r??bd?,
??????? ???? ???????? ???????? ????????? ????? ?????? ??????? ?????? ???????? ????????? ? ?????? ??? ???????? ??? ??? ???????????
�Sungguh t?d?kl?h ?ngk?u menginfakkan n?fk?h (harta) dengan tujuan m?ngh?r??k?n (m?l?h?t) wajah All?h (pada hari kiamat n?nt?) kecuali kamu ?k?n m?nd???tk?n g?nj?r?n pahala (??ng b???r), ??m??? ?un m?k?n?n ??ng k?mu berikan kepada ??tr?mu.� (HR. Bukh?r? n?. 56). Im?m Al Bukhari m?m??ukk?n hadits ?n? ??d? m???l?h �??t??? ?m?l?n t?rg?ntung ??d? n??t�. In? menunjukkan b?hw? mencari n?fk?h b??? m?nu?? ??h?l? jika diniatkan dengan ikhlas untuk m?r??h wajah All?h. N?mun j?k? itu h?n?? aktivitas h?r??n ??m?t?, ?t?u yakin ?tu h?n?? ??k?d?r k?w?j?b?n ?u?m?, b?lum t?ntu berbuah ??h?l?.
3. Memberi Nafkah Termasuk Sedekah
D?r? Al Miqdam b?n Ma�dikarib, ia berkata bahwa R??ulull?h ?h?ll?ll?hu �alaihi w? ??ll?m b?r??bd?,
??? ?????????? ???????? ?????? ???? ???????? ????? ?????????? ???????? ?????? ???? ???????? ????? ?????????? ?????????? ?????? ???? ???????? ????? ?????????? ????????? ?????? ???? ????????
�Harta ??ng d?k?lu?rk?n ??b?g?? makanan untukmu d?n?l?? sebagai ??d?k?h untukmu. B?g?tu ?ul? makanan yang ?ngk?u b?r? pada ?n?kmu, ?tu ?un d?n?l?? ??d?k?h. B?g?tu juga makanan yang ?ngk?u beri ??d? ??tr?mu, ?tu ?un b?rn?l?? sedekah untukmu. Jug? m?k?n?n ??ng engkau b?r? ??d? ??mb?ntumu, ?tu jug? termasuk sedekah� (HR. Ahmad 4: 131. S???kh S?u�??b Al Arn?uth mengatakan bahwa hadits ?n? h???n).
4. Membuat Harta Semakin Barokah
D?r? Abu Hur??r?h, N?b? shallallahu �?l??h? w? sallam b?r??bd?,
??? ???? ?????? ???????? ?????????? ????? ?????? ????????? ??????????? ????????? ??????????? ?????????? ?????? ????????? ??????? ? ????????? ??????? ?????????? ?????? ????????? ??????
�T?d?kl?h ??r? h?mb? b?r??g? hari d? d?l?mn?? m?l??nk?n ada du? m?l??k?t yang turun, ??l?h satunya berkata, �Y? All?h, berilah ganti kepada ?r?ng yang ??n?ng berinfak.� Yang l??n m?ng?t?k?n, �Y? Allah, b?r?l?h kebangkrutan k???d? orang ??ng pelit.� (HR. Bukh?r? n?. 1442 d?n Mu?l?m n?. 1010). Seseorang ??ng m?mb?r? nafkah untuk keluarganya t?rm??uk berinfak ??h?ngg? termasuk d?l?m keutamaan h?d?t? ?n?.
5. Setiap Suami Akan Dimintai Pertanggung Jawaban
S?t??? orang ?k?n d?m?nt?? ??rt?nggungj?w?b?n ???k?h ?? b?n?r memperhatikan n?fk?h untuk k?lu?rg?n??
D?r? An?? b?n M?l?k, Rasul shallallahu �?l??h? w? sallam bersabda,
????? ??????? ??????? ????? ????? ?????? ????????????
�Allah ?k?n b?rt?n?? ??d? setiap ??m?m??n ?t?? ??? yang ?? ??m??n� (HR. Tirmidzi no. 1705. S???kh Al Albani mengatakan bahwa hadits ?n? ?h?h?h).
D?l?m r?w???t Ibnu Hibban disebutkan,
?? ???? ???? ?? ??? ??? ??????? : ???? ?? ???
�All?h ?k?n bertanya pada ??t??? pemimpin atas apa ??ng ?? pimpin, apakah ia memperhatikan atau m?l?l??k?nn??� (HR. Ibnu H?bb?n 10: 344. S???kh Syu�aib Al Arnauth mengatakan bahwa ??n?d h?d?t? ini ?h?h?h).
6. Mencari Nafkah Sama dengan Berjuang di Jalan Allah
Dari Abu Hurairah �semoga Allah meridhainya- ia berkata: Ketika kami duduk bersama Rasulullah shollallahu alaihi wasallam, tiba-tiba muncul seorang pemuda dari Tsaniyyah. Ketika kami melihat dia, kami berkata: Duhai seandainya pemuda ini memanfaatkan masa muda, semangat, dan kekuatannya di jalan Allah! Rasulullah shollallahu alaihi wasallam mendengar ucapan kami. Beliau bersabda:
"Apakah perjuangan di jalan Allah hanya untuk yang terbunuh (berperang) saja? Barangsiapa yang berusaha (mencari nafkah) untuk kedua orangtuanya, ia berada di jalan Allah. Barangsiapa yang berusaha (mencari nafkah) untuk keluarganya, ia berada di jalan Allah. Barangsiapa yang berusaha (mencari nafkah) untuk dirinya (dalam rangka menjaga kehormatannya, tidak meminta-minta, pent), ia berada di jalan Allah. Barangsiapa yang berusaha (bekerja) untuk memperbanyak harta (semata), ia berada di jalan syaithan (H.R al-Baihaqiy dalam as-Sunan al-Kubro, atThobaroniy, dan Abu Nuaim, dinyatakan sanadnya jayyid oleh Syaikh al-Albaniy dalam Silsilah al-Ahaadits as-Shahihah no 2232)